Berusaha Melupakan Pocoranaka Yang Masih Menari Dalam Pikiran
Diskusi online telah dilaksanakan pada tanggal 17 Januari 2021 yang dirancang oleh komunitas Gejurdite. Tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi redaksi Gejurdite yang mampu membuka ruang pikir dibalik rentetan pertanyaan ditengah masyarakat mengenai pergantian nama Kecamatan Pocoranaka dan pocoranaka Timur.
Dalam Diskusi ini, Redaksi Gejurdite mengundang beberapa. Narasumber diantaranya: Bpk. Frumensius F. Anam, SH selaku ketua DPC partai Hanura, Kab. Manggarai Timur , Bpk. Paulus Y. Yorit Poni, S, SOS selaku Wakil Sekertaris Partai PDIP,Kab. Manggarai Timur, Bpk. Ronsianus B. Daur, SE, BKP, Mak selaku perwakilan dari partai PAN, dimana partai PAN merupakan salah satu partai yang mengusung pasangan bupati Bpk. Andreas Agas,SH, M. Hum, dan wakil bupati Bpk. Drs. Stevanus Jaghur, Bpk. Bonavantura Jemarut, SH selaku perwakilan rakyat fraksi PKB Kab. Manggarai Timur untuk Kec.Lamba Leda.
Namun sangat disayangkan Bpk
Bonavantura berhalangan untuk mengikuti diskusi yang telah berlangsung pada tanggal 17 Januari 2021 kemarin. “Perlukah pergantian nama Kecamatan Pocoranaka dan pocoranaka Timur” begitu topik diskusi yang telah kami bahas bersama lewat aplikasi zoom.
Meski pemerintah sudah ketuk palu pada tanggal 30 September 2020, namun pertanyaan masyarakat seakan tidak digubris pemerintah, kendati demikian redaksi Gejurdite membuka ruang diskusi ini guna mencari alasan yang pasti. Diskusi ini berjalan dengan apa yang diharapkan oleh redaksi Gejurdite.
Yang mengejutkan teman teman redaksi yaitu audiens yang ikut serta dalam diskusi ini bukan hanya kalangan mahasiswa/i namun adapaula kalangan masyarakat, tokoh agama. Diskusi ini mampu membuka wawasan audiens
tentunya bertanya dan saling jawab, menyimak hingga menyimpulkan.
Ketiga narasumber yang diundang bersepakat bahwasanya pergantian nama kedua kecamatan ini bukan hanya proyek yang konyol dari pemerintah, namun menurut narasumber pemerintah menggantikan nama kedua kecamatan ini berdasarkan nilai historis.
Nama bukan hanya sekedar nama, tentu ada artinya. Manusia hidup dari cerita, membangun kisah, membentuk sejarah. Kita perlu menjunjung tinggi nilai budaya, menggali sampai akar agar setiap generasi yang akan datang tidak haus akan sejarah.
Jika kita memetik hasil diskusi yang telah dilaksanakan, bahwasanya dulu sebelum dideklarasikan kedua kecamatan ini ternyata berada dibawah kepemimpinan Dalu Lamba Leda. Final, pada tanggal 30 September Mendagri telah menerbitkan SK mengenai pergantian nama Kecamatan Pocoranaka dan pocoranaka Timur. Tentu saja harapan kita semua, Pemerintah mampu mengatasi keluhan masyarakat dari kedua kecamatan ini dalam proses pembuatan dokumen yang baru.
Kita sama sama menaruh kepercayaan kepada dinas terkait agar tidak ada pungli dalam proses pembuatan dokumen warga. Sekilas cerita mengenai hasil diskusi yang telah berlangsung. Kemarin Saya mengejek teman yang baru beberapa hari kenalan. Kalau Boleh saudari lupakan saja itu Pocoranaka, papar Saya . Enak saja.
Saya bukan orang Lamba Leda, Saya masih warganya Pocoranaka, begitu jawabannya sembari melempar senyuman manja, suara yang alun lembut pula. Sayangnya nama Pocoranaka terlanjur diganti jadi Lamba Leda. Meski demikian hati kecil masyarakat lebih ringan menyebutnya Pocoranaka. Pocoranaka adalah kenangang yang telah sekian purnama dibangun.
Dalam hal ini Saya tidak menyalahkan Pemerintah.Mungkin atas dasar sejarah mampu menyatukan masyarakat lebih dalam lagi, bahwasanya penting pula mengenal sejarah. Pocoranaka samahalnya dengan mantan kekasih. Kalau setiap Kita menyebut mantan dengan sebutan teman, maka butuh waktu Pocoranaka akan disebut Lamba Leda. Sejatinya, mengakhiri tak serta merta melupakan sebab sebutan Pocoranaka masih menari dalam pikiran .
Penulis: Egost Nantur
Komentar
Posting Komentar