Dari Gubuk Derita Menuju Senyum Bahagia
Hey yo hey yo what’s up Everybody.
Salam hangat serta semangat dari laki laki tidak tahu malu ini, yang iseng-iseng menulis apa yang ingin ditulis dari setiap langkah kaki. Gaes Sudahkah kalian bersyukur atas nikmat Tuhan yang telah diberikannya?. Harapanya kita semua jangan susah untuk bersyukur,sebab upacara paling sakral dari setiap anugerah adalah ungkapan rasa syukur itu sendiri. Maaf khotbah sejenak, toh diri ini bukan ateisme. Uhuk uhuk 🤭“Didalam gubuk bambu tempat tinggalku, disini kudendangkan sejuta rasa” begitu lirik lagu yang hits tahun dua ribuan ciptaan Fahmi Sahab.
Lirik yang aduhay dengan musik dangdut yang sexy, memanjakan telinga untuk mendengar, sentakan kaki,goyangkan kepala. Dikala senja sore hari sambil seruput kopi, sungguh kenikmatan yang tak tertandingi tentunya membawa ingatan ini pada masa lampau. Mengingat masa lalu adalah suatu perjalanan pulang dalam mengenang peristiwa.
Kita berwisata pada laman nostalgia yang mengalun lembut menyebrang samudera waktu, mendaki gunung kisah, jatuh bangun ke lembah rasa dan pengalaman yang menyentuh relung jiwa. Maaf untuk kesederhanaan gubuk tua pada renta usia yang semakin menua, Lampu pelita, alang alang dan bambu yang kian lapuk sebagai saksi bisu dari kisah hidup. Gaes kalian pasti tidak asing lagi dengan penerangan yang satu ini. Banyak orang di daerahku menyebutnya “Lampu pelita”
Dari Gubuk Derita Menuju Senyum Bahagia “Lampu pelita”
Bagiku, lampu pelita melahirkan beragam kenangan. Kaleng , serta sumbu sisa dari kain tenun, minyak tanah yg harga cukup maksimal menjadi satu barang yang sangat berharga pada zamannya. Sejatinya kita hidup dari cerita, mencari makna membentuk sejarah. Kala lampu pelita yang melahirkan beragam kenangan, kesetiaannya menemani gelap, hingga memperoleh terang diantara gelap nan gulita.
Nona. Bagiku, bukan hanya senyumanmu yang layaknya purnama tempat dimana gelap menemukan cahaya, namun lampu pelita lebih dari itu. Uhuk uhuk 😁. Kebersamaan dengan lampu pelita lebih epik diperbincangkan ketimbang kebersamaan denganmu. “Lampu pelita”. Mulai dari acara makan malam, belajar abjad, menghitung, menulis hingga mengenal ibu budi dan bapak budi tentunya. Terlepas dari itu banyak suka dan duka yang dilahirkan dari penerangan yang kece ini.
Kala roda kehidupan yang tak bisa diputar lagi ke masa lalu.Tentang kesedihan dan kebahagiaan, senyum dibalik kesederhanaan, berusaha agar bisa tetap kuat dibalik tembok keterpurukan. Mengingat semuanya hari ini, kerap meratapi kesedihan, namun semuanya terlihat indah ketika memperjuangkan masa depan dalam kesederhanaan gubuk tua serta lampu pelita menuju senyum bahagia. Jika lampu pelita menghadirkan cahaya diantara gelap nan gulita. Toh, Kamu punya senyum layaknya purnama tempat dimana gelapku menemukan cahaya 🤭
Uhuk uhuk 😁
Egost Nantur
Komentar
Posting Komentar