BAHAGIA TERLAHIR DARI RAHIM PETANI
Sebelumnya Kita perlu mengetahui secara seksama bahwa kata petani itu terdiri dari dua suku kata. “Pe” dan “Tani”, pe berarti orang yang melakukan “subjek”dan tani ditempatkan sebagai “objek”. Kata tani sendiri sebenarnya diadopsi dari bahasa Jawa, yg artinya tanaman. Petani berarti orang yang merawat tanaman.
Orang tua Saya adalah PNS (Petani Nasib Sial). Saya bangga memiliki orang tua seperti Mereka, yang selepas SD ( Sekolah Dasar) lalu menerima jabatan sebagai petani, sudah petani nasib sial lagi. Aduhh Tuang Deo ewww.
Sejatinya Saya adalah salah satu insan dari cinta dan kasih sayang orang tua. Terlahir dari rahim petani, atas dasar bantuan langsung perdana dukun. Tahun dimana Saya dilahirkan yang notabene perawat belum banyak, fasilitas kesehatan masih belum lengkap, infrastruktur yang belum memadai sebagai alasan Saya menangis diatas tangan dukun dengan sisa lendir yang menyelimuti tubuh ini. Saya kurang tahu bagaimana kisah cinta orang tua di masa silam, hingga Saya ada di muka bumi ini. Entahlah Ibu Saya yang jatuh hati lebih dulu, atau Ayah Saya yang perlahan tenggelam kedalam hati Ibu, hahahheeetoo.
Keluarga Saya sederhana apa adanya,jalani hidup meski harus terpaksa telan ludah sebab harga sukses itu tidak murah. Sebagai anak petani tulen bernasib sial, membajak sawah dan menuai adalah hal yang biasa dilaksanakan ketika musimnya tiba. Separuh usia berpacu bersama cangkul, bersekongkol dengan sekop, menua bersama parang, berteman dengan hujan, bermusuhan dengan petir, merasakan panasnya matahari yg berlebihan merupakan hal yang lumrah bagi anak petani.
Terlalu banyak pelajaran yang berharga, makan dengan lauk adalah hal yang jarang ditemukan. Ketika musim kerja tiba, sedikit bergizi setidaknya makan dengan ikan cara kering, itupun kalau ada tenaga bantuan untuk membantu kraeng tu’a (Ayah). Kalaupun tidak, yaaa makan seadanya saja. Sayur singkong dan lombok (cabe), campur dengan bawang, setelahnya menari bersama minyak panas diatas wajan, tambahkan cita rasa. Masakan pas dan dibaluti senyuman Ibu, sudah pasti menu pertama yang disuguhkan. Walaupun hanya berteman dengan teri dan daun singkong, kenikmatannya sungguh dirasakan, sensasi kebahagiaan amat sangat terasa ketika waktu istirahat tiba. Udara yang segar menyihir hati serta menyegarkan pikiran dibalik kelelahan.
Minuman yang disuguhkan bukan susu, apalagi minuman yang bernutrisi lainnya. Tak seperti anak pejabat yang menikmati roti dan susu. Anak petani hanya bisa tersenyum dibibir cangkir kopi ditemani ubi yang dibaluti senyuman Ibu. Hingga tak jarang berat badan jauh dari standar kesehatan,begitupun kondisi fisik agak berbeda dengan anak orang yang berada. Terlahir dari rahim petani, pulang sekolah biasanya mencari kayu bakar, kamus tidur siang jauh dari kehidupan anak petani.
Waktu bermain berlalu bersama waktu mencari kayu. Yang lebih nikmat lagi sensasinya ketika musim mengetam, ada trompet mini terbuat dari batang jerami. Menghasilkan bunyi yang datar, mengandalkan pernapasan sebagai kekuatan untuk menghasilkan komposisi bunyi yang unik. Bibir dan pipi sedikit letih, namun masih saja ditiup sembari melangkah diatas pe matang sawah.
Itulah petualang hidup sebagai anak yang terlahir dari rahim petani. Bangga terlahir dari rahim petani. Petani selalu berhasrat dan bergairah untuk bercocok tanam hingga pada akhirnya menuai. Acapkali membicarakan topik pertanian tentu icon utama yang dibicarakan adalah lahan yang diolahnya.
By: Egost Nantur
Komentar
Posting Komentar