Enu Takar Dalam Pandangan Bunda Part 2
Gejurdite. pada kali lalu pandangan bunda terkait enu takar part 1 sudah kita lalui bersama- sama. Di sana di akhiri degan kisa si Jelo memikul barang dagangan bunda sambil menjaga bemo di pingir jalan Red.
Bemo tujuan pasar mulai berdatangan dari arah halte simpang empat. Tepat depan rumah Jelo ia berhenti. Jelo pun mulai mengangkut barang dagangan bersama kondektur ke atas begasi bemo.
" Bunda, bunda mari sudah. Barang jualan sudah berada di dalam bemo. Dan akhirnya pun bundanya berangkat ke pasar guna berjualan".
Sementara Jelo pun mulai mempersiapkan diri untuk bergegas kembali ke kampus mengunakan motor buntut peninggalan almarhum ayah nya.
Setibanya di kampus Arwana, nama perguruan tinggi yang menjadi tempat mengaduh ilmu si Jelo. Rupanya tak membuat pikiran nya tenang. Ia masih terbayang degan enu takar kriteria bundanya.
Di tambah dalam pikiran Jelo yang kurang tenang itu. Ia terus di himpiti godaan para gadis cantik di kampus nya. Hanya saja Jelo tak menemukan kriteria yang di maksud bundanya Red.
Di hari itu beruntung mata kuliah yang ingin ia tempuh tidak jadi. Dosen yang mau mengajar di kabarkan sedang sakit hati, lantaran istrinya berselingku degan teman baiknya bernama Polus.
Merasa sangat senang dosen nya tidak datang. Biasa mahasiwa kadang bergembira ria bila mengalami hal itu. Kadang hal seperti; lompat melompat, teriak berteriak menjadi andalan berekspresi yang di tunjukan Jelo bersama teman seperjuangan nya.
Bagi Jelo kesempatan emas seperti ini menjadi peluang untuk nya agar segera pulang ke rumah. Biar menunggu bunda di sana. Dari pada terlambat kan nanti banyak sial nya. Red.
Setiba di rumah bundanya masih di pasar. Ia pun kembali melakukan kebiasaan menunggu degan memutar segelas kopi pahit sebagai teman ceritanya.
Tiba - tiba bel depan pintu teras rumah berbunyi, Treng... Treng... Treng selama tiga kali.
Ah, ini pasti bunda guman nya dalam hati. Sambil menuju arah datang nya suara.
Wah, ternyata pa RT, ada apa kata Jelo bertanya?
Begini, bilang bunda mu kalau sayur Kol yang di pesanya sudah di siapkan di rumah, kata pa RT.
Ok pa RT, nanti setelah ibu pulang dari pasar baru saya sampaikan. Kata Jelo sambil kembali ke dalam rumah.
Belum sampai 5 menit lamanya menikmati kopi. Tiba - tiba Jelo di kejutkan degan dering bel yang lagi- lagi berbunyi dari depan pintu teras rumah nya.
Semoga saja ini bunda, dan ternyata betul. Bunda telah pulang, barang dagangan habis, laris manis cerita bunda kepada Jelo saat masuk ke rumah.
Nana Jelo, kamu hari ini pulang kampus nya cepat sekali?, kata bunda.
Iya bunda, dosen saya sakit jawab Jelo. Bunda, bunda yang kemarin itu terkait enu takar, aku kepingin tahu maksudnya.
Oh hal itu, kalau itu begini nana sayang. Enu yang gigi takar itu rejeki. Itu orang tua dulu yang omong. Termasuk nenek mu. Kalau boleh di sebut itu sudah menjadi kepercayaan mereka.
Oleh bunda, dari kemarin omong rejeki, rejeki, dan rejeki. Rejeki yang seperti apa maksudnya. Am toe danga lancar bahasa Indonesia bunda ho. " Nggoo pe mama, rejeki apa eme enu manga ngis takar, hehehe...", kata Jelo sedikit emosional.
Begini nana Jelo , seorang gadis, ( enu) yang memiliki gigi takar bagi para pendahulu dalam kebiasaan orang manggarai di percaya memiliki simbol keberuntungan.
Keberuntungan tersebut berupa hidup nyaman, dan harmonis dalam membingkai rumah tangga. Pandai mengolah penghasilan yang di dapat oleh seorang suami. Pandai mendidik anak, dan merangkul keluarga, dan sesama.
Selain itu keberuntungan secarah finansial selalu ada walau sedikit. Bagaima degan tangapan mu penikmat Gejurdite?.
Catatan kaki ; Ya, akhirnya tugas berat sudah selesai. Menejermakan semua ungkapan bahasa daerahnya bunda agar jadi cerpen." Jujur enu takar itu indah. Tetapi yang lebih jujur bahwa beratnya menerjemahkan melaju bunda yang jatuh bangun itu mengalahkan beratnya 3 ton beras, Anjay...hehehe....
Penulis : **
Komentar
Posting Komentar