Bagaimana Konstelasi Politik Indonesia Di Tengah Situasi Pandemi Covid-19?

 Halo sahabat setia GEJURDITE, Saat ini, dunia sedang diresahkan dengan wabah Covid-19. Berbagai sektor mulai dari ekonomi, wisata, manufaktur, dan lain-lain akan sangat terdampak bila penanganan pandemi Covid-19 tidak ditangani dengan baik dan tepat. Pemerintah pun diharapkan dapat mengambil kebijakan yang baik dan membangun wacana publik yang sesuai di tengah situasi darurat seperti sekarang.



Pandemi Covid-19 membuat konstelasi politik di Indonesia berubah. Perubahan konstelasi ini membuat pola hubungan antar partai, baik di ranah eksekutif maupun legislatif, menjadi lebih cair. Nuansa kedaruratan membuat konsensus politik untuk kepentingan penangangan Covid-19 lebih mudah. Hal ini karena dalam situasi pandemi, peran pemerintah dapat diperkuat serta munculnya rasa krisis yang dirasakan pemerintah maupun oposisi. Krisis yang dialami bangsa ini membuat semua elemen bangsa mau tidak mau harus bersatu mengatasi pandemi yang belum juga berakhir.  


Kondisi demikian membuat partai-partai yang belum masuk ke dalam pemerintah mempertimbangkan untuk bergabung ke dalam koalisi pemerintah. Tetapi logika berpikir bahwa Saya apresiasi kepada pemerintah ataupun Partai yang ikut memberikan kontribusi ke Bangsa dan Negara di situasi yang darurat ini. Pada intinya bersikap partisipasi untuk membangun solusi, bukan untuk menjagokan koalisi.


Apa itu partisipasi politik?, mungkin sebagian orang dalam dunia politik sudah sangat betul mehamaminya, atau malah keliru? Partisipasi politik yang penulis pahami adalah ekspresi atau perilaku lanjut mengenai sosialisasi politik yang didalamnya terjadi komunikasi politik. Dari hal itu, penulis melihat bahwa aktivitas tersebut berpengaruh untuk menentukan bagaimana kepentingan diakomodir untuk turut andil dalam pengambilan keputusan akan suatu hal dalam suatu negara. 


Pada dasarnya partisipasi tidak hanya individu atau kelompok yang memiliki kekuasaan di dalam lingkup kerja pemerintahan atau lembaga politik saja, tetapi bisa dilakukan oleh individu dan kelompok, lembaga atau asosiasi yang berada di lingkungan pemerintahan. Partisipasi bisa disampaikan secara langsung ataupun tidak, baik melalui media sosial, kanal video, web berita, atau melalui surat resmi, baik yang sifatnya kesadaran diri sendiri ataupun melalui mobilisasi oleh unsur suprastruktur dan insfrastruktur politik. Dan tulisan ini juga merupakan partisipasi dari orang yang sebatas rakyat biasa. 


Menurut Saya bahwa, Pandemi ini bukan pertama kali terjadi dalam sejarah manusia, tapi di dalam setiap pandemi memang terlihat tidak ada negara yang benar-benar siap untuk menghadapinya. Sehingga, dampaknya terjadi di berbagai sektor multisektor, bukan hanya terjadi krisis kesehatan, tapi juga krisis kemanusiaan. Pandemi ini merupakan suatu krisis yang memang harus ditanggulangi. Pemerintah itu memiliki peran yang sangat penting untuk menanggulangi krisis pada pandemi ini. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan tepat dan tanggap ketika mengambil sebuah keputusan. 


Sayangnya, pemerintah dinilai sering kali terburu-buru dan salah arah dalam mengambil kebijakan. Sehingga banyak terjadi kesalahpahaman antara masyarakat dan pemerintah. Di awal-awal pandemi pemerintnah malah menggenjot sektor pariwisata dan meng-endorse influencer untuk mendatangkan wisatawan. Mereka malah menghabiskan uang miliyaran rupiah untuk memperbaiki sektor pariwisata. Padahal, itu adalah langkah yang salah bukti nya sekarang malah semakin banyak kasus di balik pandemi ini kawan kawan. Ada pula keterlambatan early action pemerintah dalam mengantisipasi dan mengendalikan Covid-19 di Indonesia.


Dari perspektif hukum, awalnya pemerintah menerapkan kebijakan “Darurat Kesehatan Masyarakat” pada Maret 2020 dan yang menjadi leading sektor-nya adalah Kementerian Kesehatan. Namun, pada April 2020 pemerintah justru menerapkan kebijakan mengenai darurat kebencanaan nasional dan menunujuk BNPB sebagai leading sektor. Dari perspektifnya kebanyakan masyarakat sedikit kebingungan, dasar hukum mana nih yang ingin dipakai? Awalnya dari WHO, lalu beralih ke BNPB. Dan hal itu tentunya akan berkorelasi terdahap kemampuan pemerintah dalam menanggulangi darurat atau krisis di indonesia, Selain dari segi perspektif hukum, pemerintah juga dianggap lalai dari perspektif pemerintahan. Ketika sudah berstatus darurat, maka harus ada koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.


Jika ini adalah keadaan darurat, maka kebijakannya harus sesuai dengan penganggulangan bencana darurat. Sayangnya, yang terjadi di lapangan justru sebaliknya, pemerintah pusat dan daerah mengalami ketidaksinkronan satu sama lain. Malah ada yang tidak memahami mekanisme di balik berlaku nya PPKM , mulai dari penyalahgunaan wewenang dan lain sebagainya. Dan yang paling kongkrit adalah masyarakat dan aparat di lapangan sering terjadi miskomunikasi. 


Situasi ini yang membuat semua elemen atau sektor terdampak membuat para akademisi, lembaga kesehatan, mahasiswa atau kelompok yang lain terlibat langsung dalam menyoroti kebijakan pemerintah akan penanganan Covid-19. Dengan teori politik yang bersifat pluralis, dan masyarakat kita yang cenderung mengarah kesana, dengan melihat pendekatan ini komponen jaringan interaksi antar indivdiu maupun kelompok dapat terjalin, karena sinkronisasi atau penyelarasan dalam konteks kemajemukan masyarakat dan sistem pemerintahan kita yang demokrasi. 


Jika hanya pemerintah dan para elite politik saja yang membuat kebijakan dan merumuskannya tanpa memandangan evaluasi atau aspirasi penyampaian dari luar apakah negara kita sudah menghapus nilai demokrasi?, walaupun memang pemangku kebijakan tetap ada di pemerintahan, tetapi konsep kekuasasn alokasi dan distribusi harus tetap diperhatikan dalam skema perpolitikan yang dijalankan, terlebih lagi ditengah situasi pandemi virus mematikan seperti ini.


Harapan Saya, Komponen dan interaksi atau hubungan yang kuat sangat dibutuhkan untuk bersama-sama menangani wabah covid-19, dengan keterbukaan individu atau kelompok yang tidak memiliki kepentingan di dalam pemerintahan bisa memberikan aspirasi baik saran atau kritik dalam pengambilan kebijakan atau keputusan penanganan dari kalangan profesional ataupun kalangan masyarakat kelas ekonomi bawah yang terdampak. 


Dengan dibangun sinkronisasi partisipasi tersebut dan keterbukaan pemerintah melalui gugus tugas penanganan covid-19 bisa mempelajari ataupun mengevaluasi kebijakan yang sudah ada ataupun yang akan datang nantinya. Sistem keterbukaan informasi dan penyampaian aspirasi membuat hubunan sosial yang baik antara pemerintah dengan rakyatnya, dan kedisplinan penuh akan peraturan yang sudah dirancanga bersama dengan begitu pandemi covid-19 bisa segera diredam dan berjalan baik.


Kepercayaan dari masyarakat itu sangat penting untuk pemerintah dalam menanggulangi dampak pandemi Covid-19. Dengan begitu, rakyat akan menjadi tenang, tidak cemas, tidak khawatir, dan dapat bersama-sama menanggulangi dampak yang ditimbulkan dengan tertib. Salam semangat jangan lupa untuk patuhi protokol kesehatan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melirik Pembangunan Gapura Desa Urung Dora ,Kecamatan pocoranaka Timur-Matim

Di Colol, Tidak Melulu Soal Kopi Pai't Ada Kata Kido Ema Reak, Yang Bikin Kamu Ketawa Dan Bingung

Mengenal Arti Jodo Toe Ndoro Dalam Adat Manggarai.